Ekspor Terancam, Pemerintah Bebaskan PPh 21 Gaji di Bawah Rp10 Juta

Penulis: Jasmine Serena


Tahun 2025 diperkirakan akan menjadi tahun yang lambat bagi ekonomi global. Terkait hal ini, IMF memproyeksikan adanya peningkatan pertumbuhan PDB dunia sebesar 3.25%. Namun, angka tersebut mengalami penurunan sebesar 0,1% dari proyeksi IMF sebelumnya untuk tahun 2025. Isu ini kemudian menjadi perhatian pemerintah.

Dalam Annual International Forum of Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-13 yang dilaksanakan di Bali pada Desember 2024, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan bahwa perlambatan ekonomi ini menjadi hambatan serta kekhawatiran Indonesia sebagai negara yang terbuka atas perdagangan dan investasi global. Salah satu kegiatan yang akan terdampak akan hal ini adalah kegiatan ekspor.

Dilansir dari situs resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia, kegiatan ekspor negara setidaknya dikuasai oleh industri pengelola sumber daya alam dan industri padat karya. Sektor padat karya menjadi salah satu sektor yang paling diupayakan pemerintah peningkatannya. Portal Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia menunjukkan bahwa total partisipasi Program Padat Karya berhasil mencapai setidaknya 152,11 juta angkatan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya sebesar 70,63% dari keseluruhan populasi usia kerja kerja di Indonesia merupakan bagian dari industri padat karya.

Oleh karenanya, sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mencegah adanya pelemahan ekonomi masyarakat, pemerintah memberikan insentif baru untuk industri padat karya. Insentif yang mulai berlaku per tanggal 4 Februari 2025 ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah (DTP) dalam Rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025.

Pemberian insentif pajak penghasilan ini pasalnya dilakukan demi menjaga keberlangsungan daya beli masyarakat. Aturan ini hadir dengan harapan mampu menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun, aturan ini hanya berlaku bagi lapisan masyarakat tertentu, yaitu masyarakat yang berkesinambungan dengan industri padat karya.

Melihat besarnya potensi perkembangan sektor padat karya, PMK Nomor 10 Tahun 2025 diharapkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, apabila dilihat dari sudut pandang pelaku industri padat karya, aturan ini menjadi upaya pemerintah untuk meminimalisir Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tenaga kerja di Indonesia. Menurut Kemnaker (2024), industri padat karya menjadi sektor yang secara keseluruhan paling banyak melakukan PHK.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PMK Nomor 10 Tahun 2025 setidaknya ada lima jenis kegiatan usaha yang berhak memanfaatkan insentif ini, yaitu industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit, serta industri yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha. Dasar pemilihan objek yang dikenakan fasilitas DTP pada dasarnya mengarah pada jenis industri padat karya yang komoditasnya berorientasi pada ekspor.

Adapun Pasal 4 mengatur subjek yang berhak menerima jenis insentif ini, yaitu pegawai tetap tertentu maupun pegawai tetap tidak tertentu yang memperoleh penghasilan bruto tidak lebih dari Rp10 juta dari Masa Pajak Januari 2025 bagi pegawai yang bekerja sebelum tahun 2025 atau dari Masa Pajak bulan pertama pegawai bekerja pada tahun 2025.

Selain bagi pegawai, aturan ini kemudian menjadi keuntungan bagi pelaku usaha. Dengan adanya PMK Nomor 10 Tahun 2025, setidaknya untuk setahun kedepan, pelaku usaha industri padat karya tidak harus memikirkan pemberian insentif atau kenaikan gaji bagi para pegawainya sehingga keuntungannya dapat dirotasikan untuk keberlangsungan bisnis.

Namun, dikarenakan pemberian insentif fiskal ini hanya berlaku untuk tahun 2025 berdasarkan peraturannya, maka para pelaku usaha juga perlu mempertimbangkan respon pegawai terkait take home pay ketika peraturan ini sudah tidak berlaku di tahun 2026. Oleh karena itu, sudah sepatutnya para pelaku usaha melakukan pertimbangan dengan bijak terkait pemanfaatan insentif ini.

Cek berita dan artikel lainnya di sini 

You May Also Like