Penulis: Kurnia Sari
JAKARTA, HnG Insight – Sejak Masa pajak Januari 2024, perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) 21 telah mengacu pada PMK 168/2023, termasuk wajib pajak yang masuk dalam kategori bukan pegawai.
Berdasarkan PMK 168/2023, PPh 21 atas bukan pegawai dihitung dengan mengalikan penghasilan bruto dengan 50% sebagai dasar pengenaan pajak dan menggunakan tarif pasal 17 UU PPh.
“Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Bukan Pegawai yaitu sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto,” bunyi penggalan Pasal 12 ayat (5).
Skema perhitungan tersebut berlaku bagi wajib pajak bukan pegawai tanpa membedakan kondisi penghasilan diterima secara berkesinambungan dan tidak berkesinambungan.
Ketentuan ini merupakan perubahan dari perhitungan sebelumnya yang menggunakan skema kumulatif bagi wajib pajak bukan pegawai dengan kondisi berkesinambungan.
Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni menghimbau bahwa perubahan ini berpotensi menyebabkan kurang bayar pada tahun pertama, tetapi akan terkompensasi angsuran PPh Pasal 25 pada tahun berikutnya.
“Secara sistematis memang beban besarnya itu di tahun pertama ini saja karena di tahun kemudian akan shifting saja,” kata Dian, dikutip Jumat (15/03/2024).
Dian menjelaskan kondisi ini terjadi karena wajib pajak bukan pegawai yang menerima penghasilan di bawah Rp120 juta akan tetap dikenakan tarif 5% dalam perhitungan PPh 21-nya.
Akibatnya, ketika perhitungan SPT Tahunan bukan pegawai sangat memungkinkan terjadinya kurang bayar dan tarif bergeser ke rentang yang lebih besar lagi.
Cek berita dan artikel lainnya di sini