Penulis: Natalie Syaina Abitta
JAKARTA, HnG Insight – Bank Dunia mengusulkan pemerintah Indonesia untuk menghapus fasilitas pembebasan PPN dalam rangka meningkatkan pendapatan.
Merespons hal tersebut Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal berpendapat hal tersebut bukanlah hal yang baru. Pasalnya, pembahasan mengenai kebijakan tersebut sudah dilakukan saat merancang UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Waktu bahas UU HPP itu sudah terjadi dinamika pembahasannya. Ada dinamika-dinamikanya juga apakah berbagai barang dan jasa ini dibebaskan atau tidak, termasuk rekomendasi World Bank,” papar Yon, dikutip Sabtu (13/05/2021).
Dalam menetapkan kebijakan terdapat aspek lain yang tetap perlu diperhatikan selain meningkatkan pendapatan negara. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan mengenai keberpihakan serta implementasi di negara lain. Ban
Seperti contohnya, layanan dasar terhadap barang dan jasa seperti pendidikan dan kesehatan di negara lain juga diberikan fasilitas pembebasan pungutan pajak.
Meskipun begitu, Yon mengaku pungutan PPN berdampak besar terhadap pendapatan negara. Hal ini terlihat dari kontribusi PPN yang mencapai 50% dari total pendapatan tiap tahun.
Bank Dunia menilai penghapusan pembebasan PPN merupakan cara praktis untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
Pasalnya, fasilitas ini tidak hanya dinikmati oleh rumah tangga miskin namun lebih banyak dinikmati oleh rumah tangga kaya.
Adapun fasilitas pembebasan PPN terhadap barang dan jasa tertentu dalam UU HPP diatur dalam Pasal 16B.
Beberapa barang dan jasa yang diberikan fasilitas pembebasan PPN yakni barang kebutuhan pokok, jasa pelayanan kesehatan tertentu, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum dan jasa tenaga kerja.
Ilustrasi: Fauziah Ainni Sofiah
Cek berita dan artikel lainnya di sini