Pajak Progresif Nikel Ditunda, Ini Alasannya

Penulis: Natalie Syaina Abitta


JAKARTA, HnG Insight – Pemerintah menunda implementasi pajak progresif ekspor nikel tahun ini.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan secara resmi mengumumkan hal tersebut. Ia menyatakan pengenaan pajak progresif menjadi tidak relevan akibat penurunan harga nikel yang cukup tajam.

“Mungkin kemarin-kemarin kita agak cepat memberikan [bea keluar] karena harga nikel bagus, sehingga volume produksinya tinggi. Sekarang harga turun, jadi kita mau bawa ekuilibriumnya. Itu sedang dihitung cermat,” ucap Luhut, dikutip Kamis (18/5/2023).

Penurunan harga nikel disebabkan pasokan yang cukup melimpah dalam beberapa waktu belakangan. Namun, tren permintaan masih dalam tahap stagnan sehingga mengubah harga pada kontrak pengiriman.

Atas hal tersebut, pemerintah ingin menunggu titik seimbang atau ekuilibrium volume penjualan nikel. Selain itu pemerintah juga menunggu agar harga nikel menguat kembali.

Selain itu, pemerintah juga memaparkan akan membatasi izin smelter berbasis rotary kiln-electric furnace (RKEF) untuk menjaga pasokan olahan nikel kadar tinggi.

Sebelumnya, pengenaan pajak progresif ekspor nikel mulai menjadi bahasan saat tahun 2022 lalu. Pengenaan pajak ini dinilai akibat kekalahan Indonesia saat gugatan larangan ekspor bijih nikel World Trade Organization (WTO).

Menurut pemerintah, pengenaan pajak ekspor nikel bertujuan untuk mendukung hilirisasi nikel agar industri dapat menghasilkan nikel dengan nilai tambah lebih tinggi.

Kebijakan ini juga dianggap dapat meningkatkan penerimaan negara sebab pajak dikenakan untuk pengusaha yang masih ingin melakukan ekspor Ferronickel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI).

Ilustrasi: Fauziah Ainni Sofiah

Cek berita dan artikel lainnya di sini

You May Also Like