Penulis: Aqila Bagus Misbahuddin
JAKARTA, HnG Insight – Pemerintah mengeklaim pajak karbon sebagai instrumen fiskal yang andil di berbagai lini, mulai dari pertumbuhan ekonomi, penanaman modal, hingga perubahan iklim.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan pajak karbon disiapkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tak hanya itu, pajak karbon juga dapat mendukung investasi lebih ramah lingkungan sekaligus mencegah kenaikan emisi.
“Sebuah instrumen fiskal [pajak karbon] yang tidak hanya bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca, namun juga membuat seluruh investasi di Indonesia menjadi jauh lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ungkapnya pada unggahan di Instagram, dikutip Kamis (23/2/2023).
Sri Mulyani membahas pajak karbon ketika bertemu Presiden World Resources Institute (WRI) Aniruddha (Ani) Dasgupta. Pada kesempatan tersebut keduanya membahas mengenai penanganan perubahan iklim, khususnya di Indonesia.
Pajak karbon sendiri telah diregulasi di UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam beleid tersebut disebutkan pajak karbon dikenakan terhadap emisi karbon yang memberikan dampak negatif pada lingkungan hidup.
Sri Mulyani juga menyebut pajak karbon menjadi salah satu perwujudan komitmen penurunan emisi karbon yang tertuang pada Nationally Determined Contribution (NDC). Target penurunan emisi untuk usaha sendiri yang sebelumnya 29% naik menjadi 31,89%.
Dari sisi fiskal sendiri, APBN juga difokuskan untuk mendorong penanganan perubahan iklim melalui kebijakan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging/CBT).
“CBT menjadi mekanisme kami pada tingkat pusat dan daerah, dan sejak 2016 hingga 2021 sudah terakumulasikan sebesar Rp502 triliun,” imbuhnya.
Ilustrasi: Muhammad Irfan Firdaus
Cek berita dan artikel lainnya di sini