Penulis: Kurnia Sari
JAKARTA, HnG Insight – Pemakaian jasa notaris yang dilakukan oleh Orang Pribadi merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan kategori bukan pegawai.
Melalui PMK 168/2023, jasa notaris termasuk dalam kategori penghasilan bukan pegawai tenaga ahli yang merupakan pekerjaan bebas.
“Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi: a. tenaga ahli yang melakukan Pekerjaan Bebas, yang terdiri dari, […], notaris, […],” penggalan Pasal 3 ayat (2) PMK 168/2023.
Terdapat setidaknya tiga aspek perpajakan yang muncul. Pertama, Pemotongan PPh Pasal 21 oleh pengguna jasa. Adapun dasar pengenaan pajaknya adalah 50% dari penghasilan bruto, yang kemudian dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17.
Pihak pengguna jasa wajib membuat bukti potong PPh 21 dengan menggunakan formulir 1721-VI.
Selain itu, pihak pemotong juga wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 baik secara langsung melalui KPP/KP2KP ataupun secara elektronik melalui e-Bupot 21/26.
Kedua, pemakaian jasa notaris juga terutang PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak selama jasa diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Adapun besaran PPN yang terutang adalah 11% dari jumlah uang yang diterima.
Dalam hal ini, pemberi jasa notaris juga berkewajiban untuk menerbitkan faktur pajak sebagaimana Pasal 13 UU PPN. Namun, PPN tidak dipungut apabila jasa notaris diberikan oleh non-PKP.
Ketiga, pihak penerima penghasilan wajib menghitung, menyetorkan, dan melaporkan PPh tahunan. Adapun dua mekanisme perhitungan yang dapat dipilih dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN) ataupun perhitungan PPh Pasal 17.
Adapun NPPN dapat digunakan apabila Wajib Pajak memiliki penghasilan bruto Rp4,8 miliar dan memenuhi syarat lainnya yang termaktub dalam PER-17/2015.
Perhitungan PPh Pasal 17 dapat digunakan ketika penghasilan pemberi jasa melebihi threshold ataupun memang Wajib Pajak menghendaki untuk menggunakan hitungan PPh Pasal 17.
Cek berita dan artikel lainnya di sini