Kepastian Dalam Perpanjangan PPh Final UMKM 0,5 Persen

Penulis: Jasmine Serena


Sejak pertama kali diperkenalkan, pemberian fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Final dengan besaran 0,5% menjadi kabar baik bagi wajib pajak yang menjalankan usaha dengan peredaran bruto (omzet) tertentu atau yang lebih kerap disebut wajib pajak UMKM. Selain besaran tarifnya yang tergolong rendah, skema perhitungannya pun juga tergolong mudah, yaitu dengan menggunakan metode pencatatan. Namun, timbulnya kontradiksi periode berlakunya aturan ini kemudian membawa ketidakpastian bagi UMKM. Lantas, bagaimana nasib dari pemanfaatan fasilitas ini?

Awalnya, kebijakan ini hadir dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dengan besaran tarif 1%. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah dalam mendukung UMKM dengan memberikan kemudahan secara administrasi maupun penurunan besaran pajak terutang. Harapannya, pemberian fasilitas ini dapat menstimulasi kemajuan pergerakan UMKM sebagai salah satu sektor yang paling berjasa dalam perekonomian negara.

Kemudian pada tahun 2018, tepatnya dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto, besaran tarif mengalami penurunan menjadi 0.5%. Kembali mengalami perubahan, aturan ini kemudian dicabut dan digantikan dengan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan yang memperluas penambahan fasilitas berupa adanya pembebasan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi yang mendapatkan peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta per tahunnya.

Penting untuk diperhatikan bahwa pemberian fasilitas ini memiliki periode waktu tertentu. PP Nomor 55 Tahun 2022 menegaskan bahwa 2024 menjadi tahun terakhir Wajib Pajak orang pribadi dapat memanfaatkan fasilitas ini. Hal ini didasari dari perhitungan tahun pertama Wajib Pajak dapat menggunakan fasilitas, yang tahun 2018, ditambah dengan maksimum durasi Wajib Pajak dapat menggunakan fasilitas, yaitu selama tujuh tahun lamanya.

Bagi Wajib Pajak UMKM orang pribadi yang baru mulai memanfaatkan fasilitas setelah terbitnya PP Nomor 23 Tahun 2018 maupun PP Nomor 55 Tahun 2022 dapat terus memanfaatkan fasilitas ini sampai dengan durasi tujuh tahun berakhir.

Namun, pada akhir tahun 2024 kemarin, pemerintah mengumumkan rencana perpanjangan fasilitas PPh Final tersebut. Dalam konferensi pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia yang bertemakan Stimulus Kebijakan di Bidang Ekonomi Untuk Kesejahteraan Masyarakat di Tahun 2025, Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa 2024 sudah tidak lagi menjadi tahun terakhir para pelaku UMKM dapat memanfaatkan fasilitas, melainkan akan diperpanjang hingga akhir tahun 2025.

Sayangnya, atas pernyataan tersebut, pemerintah belum menerbitkan perubahan regulasi yang dapat menjadi dasar hukum bagi Wajib Pajak. Kekosongan hukum ini yang kemudian menjadi dilema bagi para pelaku UMKM, terlebih bagi mereka yang sudah mulai memanfaatkan fasilitas di tahun 2018. Tidak sedikit Wajib Pajak yang ragu untuk kembali memanfaatkan fasilitas akibat tidak adanya kepastian regulasi.

Siaran pers tidak bisa dijadikan landasan hukum dalam pelaksanaan perpajakan di Indonesia. Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara yang diatur dalam Undang-Undang. Hal ini menunjukkan bahwa justifikasi pengenaan pajak di Indonesia harus dilandaskan oleh kehadiran Undang-Undang.

Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Nowak sebagaimana yang dikutip Mansury (1999) membagi sistem perpajakan menjadi tiga, yaitu Tax Policy, Tax Law, dan Tax Administration. Maka dalam konteks teori ini, rencana perpanjangan penerapan PPh Final UMKM dengan besaran tarif 0,5 persen masih tergolong ke dalam kategori kebijakan yang kemudian harus direalisasikan melalui aturan perundang-undangan. Dengan demikian, pemerintah sudah sepatutnya segera menerbitkan peraturan yang menyatakan akan memperpanjang pemanfaatan fasilitas hingga akhir tahun 2025.

Cek berita dan artikel lainnya di sini 

You May Also Like