Penulis: Natalie Syaina Abitta
JAKARTA, HnG Insight – Pengawasan transaksi aset kripto beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) ke Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2025.
Mengikuti peralihan tersebut, aturan pajak atas transaksi kripto juga turut berubah. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hasan Fawzi mengaku telah menyiapkan aturan baru terkait pajak transaksi kripto yang telah diklasifikasikan sebagai aset keuangan digital dan bukan lagi komoditas.
“Kami dari OJK akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk penerapan pajak baru kripto ini,” ujar Hasan, dikutip Senin (26/8/2024).
Seperti diketahui, pemerintah menetapkan pajak atas aset kripto dengan meluncurkan PMK 68/2022 yang berlaku sejak 1 Mei 2022. Pemerintah mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi perdagangan aset kripto.
Tarif PPN yang dikenakan sebesar 1 persen dikali dengan nilai transaksi aset kripto apabila perdagangan dilakukan melalui sistem elektronik merupakan pedagang fisik aset kripto dan 2 persen apabila dilakukan melalui sistem elektronik bukan merupakan pedagang fisik aset kripto.
Sementara itu, PPh aset kripto dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan aset kripto terhadap penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, atau penambang aset kripto.
Pada kesempatan lain, CEO Indodax Oscar Darmawan menyambut inisiatif OJK untuk menciptakan regulasi yang lebih komprehensif dan menyesuaikan dengan dinamika industri digital saat ini. Ia berharap adanya dialog terbuka antara pemerintah dan pelaku pasar.
“Kami berharap bahwa regulasi baru ini tidak hanya fokus pada aspek pengenaan pajak, tetapi juga mempertimbangkan potensi industri kripto sebagai pendorong ekonomi digital di Indonesia,” ucap Oscar
Cek berita dan artikel lainnya di sini