Penulis: Aqila Bagus Misbahuddin
JAKARTA, HnG Insight – Pemerintah baru saja mengubah penamaan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) menjadi menjadi aglomerasi pabrik hasil tembakau.
Melalui PMK 22/2023, pemerintah resmi mengatur aglomerasi pabrik tembakau. Ketentuan tersebut pula mencabut PMK 21/2020 tentang KIHT agar daya saing produksi hasil tembakau pada skala industri kecil dan menengah (IKM) dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) meningkat.
“Untuk meningkatkan daya saing, pembinaan, pelayanan, dan pengawasan serta memberikan kemudahan berusaha bagi Pengusaha Pabrik hasil tembakau pada skala (IKM) dan (UMKM) perlu dilakukan pengumpulan atau pemusatan pabrik hasil tembakau,” bunyi pada pertimbangan PMK 22/2023, dikutip pada Rabu (22/3/23).
Dalam Pasal 1 angka 7 ketentuan ini, aglomerasi pabrik adalah pengumpulan atau pemusatan Pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu.
Penyelenggaraan aglomerasi pabrik tersebut di tempat kawasan industri, kawasan industri tertentu, sentra industri kecil dan menengah, dan tempat pemusatan industri tembakau lainnya yang memiliki kesesuaian dengan tata ruang wilayah. Tempat tersebut tempat yang peruntukan utamanya bagi industri hasil tembakau.
Kemudahan yang didapat untuk pengusaha pabrik yang menjalankan kegiatan di tempat diselenggarakannya aglomerasi pabrik, seperti perizinan di bidang cukai, produksi barang kena cukai (BKC), dan pembayaran cukai.
Pertama, kemudahan perizinan di bidang cukai berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha, yang akan digunakan sebagai Pabrik hasil tembakau, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).
Kedua, kemudahan produksi BKC berupa kerja sama yang dilakukan untuk menghasilkan BKC berupa hasil tembakau. Kerja sama tersebut dilakukan oleh pengusaha pabrik hasil tembakau yang berada di dalam 1 tempat aglomerasi pabrik dan berdasarkan perjanjian kerja sama.
Ketiga, kemudahan pembayaran cukai berupa penundaan pembayaran cukai yang diberikan dalam jangka waktu penundaan 90 hari terhitung sejak tanggal pemesanan pita cukai.
Ilustrasi: Muhammad Irfan Firdaus
Cek berita dan artikel lainnya di sini