Penulis: Salsabila Anissa Zahra
NIK Sebagai Pengganti NPWP
Terbitnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada akhir tahun 2021 memunculkan wajah-wajah baru dalam dunia perpajakan. Salah satu terobosan yang diamanatkan adalah penggunaan NIK sebagai pengganti NPWP. Klausul atas kebijakan tersebut tertuang dalam Pasal 2 ayat (1a) klaster Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Meskipun sudah diputuskan sejak dua tahun yang lalu, peraturan turunan terkait penggunaan NIK sebagai NPWP baru diterbitkan pada bulan Juli 2022 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022.
Pemanfaatan NIK sebagai NPWP telah berlaku sejak 14 Juli 2022. Meskipun kebijakan ini akan berlaku sepenuhnya mulai 1 Januari 2024, wajib pajak orang pribadi perlu untuk segera melakukan validasi NIK sebagai NPWP. Pasalnya, NPWP dengan format lama, yaitu 15 digit, hanya dapat digunakan hingga akhir 2023 untuk memenuhi kebutuhan administrasi perpajakan. Selanjutnya, seluruh wajib pajak orang pribadi akan menggunakan 16 digit NIK—yang tertera pada KTP—sebagai NPWP-nya.
Apabila wajib pajak orang pribadi sudah terlebih dahulu memiliki NPWP dengan format 15 digit, wajib pajak tidak perlu untuk melakukan pendaftaran ulang. Wajib pajak cukup melakukan aktivasi dan validasi data atas identitas melalui laman pajak.go.id. Pemerintah mendorong wajib pajak untuk melakukan pemutakhiran data secara mandiri atas data utama sebelum batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) orang pribadi tahun pajak 2022, yakni 31 Maret 2023. Kemudian, pemutakhiran data selain data utama, bisa dilakukan oleh wajib pajak hingga 31 Desember 2023.
Apakah Semua Pemegang KTP Menjadi Terutang Pajak?
Ketentuan wajib pajak tidak serta merta tergantikan karena adanya pengubahan fungsi NIK sebagai pengganti NPWP. Seseorang akan menjadi terutang pajak apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, sebagaimana diatur dalam payung hukum Pasal 2 ayat 1 UU KUP yang diamandemen terakhir melalui UU HPP. Dengan demikian, jika subjek pajak (dalam hal ini WNI) belum menerima atau memperoleh penghasilan diatas PTKP, yakni Rp54 juta dalam satu tahun pajak, maka ia tidak memiliki kewajiban pajak terutang.
Oleh karena itu, kewajiban aktivasi NIK sebagai NPWP sangat diperlukan bagi wajib pajak orang pribadi penduduk yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. Apabila aktivasi secara mandiri tidak dilakukan, Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan secara jabatan, tanpa melalui permohonan wajib pajak. Wajib pajak yang tidak melakukan aktivasi dapat dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi karena dianggap tidak memiliki NPWP.
Menuju Penerapan Single Identity Number
Melalui gagasan tersebut, diharapkan kedepannya Indonesia memiliki data kependudukan yang terintegrasi, terutama dengan basis data perpajakan. Di berbagai negara, seperti Hongkong dan Pakistan, penerapan Single Identity Number sudah banyak diterapkan. Sebagaimana namanya, Single Identity Number yang bersifat unik, dibuat hanya satu kali, serta berlaku seumur hidup, diharapkan dapat berlaku secara multifungsi, terutama perihal administrasi dan pelayanan publik. Oleh karena layanan perpajakan sebagai bagian dari layanan publik, nantinya Wajib Pajak cukup memanfaatkan NIK sebagai sarana dalam melakukan administrasi perpajakan.